NU sebagai organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia dan juga di dunia setidaknya itu masih sampai sekarang, hal ini diungkap oleh beberapa hasil survei tidak terkecuali LP3ES yang secara kredibelitas sudah tidak diragukan keabsahannya tentu dengan margin eror yang sangat kecil. Dengan predikat tersebut membuat NU seperti madu yang manis dan penuh nutrisi yang memikat bagi banyak kalangan
tak
terkecuali partai politik, lihat Pemilihan Presiden dan Waki Presiden,
pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di
negeri ini hampir (untuk tidak mengatakan pasti ) selalu ada calon yang mengeklaim maupun diklaim
dari wanga nahdliyin, secara tidak langsung hal ini membuktikan bahwa ada
banyak golongan yang ingin sekali menenggak manisnya sang ‘madu’. NU dengan manisnya banyak masyarak yang telah
meminumnya, namun diakui ataupun tidak bahwa tidak semua yang telah meminumnya
mendapat rasa manis ‘madu’. NU sendiri sering terlibat dalam dunia politik hal
ini sudah terjadi sejak didirikannya negara kesatuan republik Indonesia - ingat
perubahan piagam Jakarta - namun sekiranya penulis perlu tekankan bahwa NU
bukan partai politik, iya Bukan partai politik, namun organisasi masyarakat
yang berbasis pengkaderan.
Kaderisasi NU
NU
sebagai organisasi kemasyarakatan juga memiliki jenjang kaderisasi yang
tersturuktur, hal ini sangat diperlukan untuk memantapkan ke-NU-annya bagi
setiap calon kader organisasi kedepannya, pentingnya memahami aturan organisasi
serta membiasakan hidup berorganisasi harus sudah ditanamkan oleh calon-calon
kader sedini mungkin, kaderisasi NU sendiri sudah dimulai dari pelajar melalui
Ikatan Pelajar Nahdlotul Ulama’ (IPNU) serta Ikatan Pelajar Puteri Nahdlotul
Ulama’ (IPPNU), bagi calon kader ditingkat mahasiswa ada Pergerakan Mahasiswa
Islam Indonesia ( PMII ) meskipun dalam perkembangannya terjadi pasang surut
hubungan NU dengan PMII, pengkaderan masih dilanjutkan lagi pada ANSOR yang
semestinya disini calon kader NU sudah tidak perlu diragukan lagi ke-NU-annya,
karena ini adalah kawah condrodimuko terakhir sebelum calon kader NU menjadi
pengurus NU.
Pudarnya Kaderisasi
Dalam perjalanan NU sebagai
organisasi kemasyarakatan yang sudah berusia tidak lagi muda, hanya kurang
beberapa tahun lagi organisasi ini sudah genap berusia satu abad, telah
mengalami berbagai terpaan serta hempasan permasalahan yang dihadapi, tidak
jarang organisasi ini terperosok dalam urusan politik praktis meskipun jika
dimenejemeni dengan baik akan berdampak baik ( rahmatan lilalamin ) namun,
sering pula terjerumusnya organisasi ini dalam perpolitikan praktis yang hanya
akan menjadi permasalahan yang pelik organisasi, seperti munculnya permasalahan
saling menyalahkan, saling lempar tanggungjawab dan saling mencurigai antar
kader, kondisi semacam ini dapat memicu kurang dinamisnya perjalanan suatu periode
kepengurusan.
Dalam konteks kurang dinamisnya
perjalanan suatu periode kepengurusan tidak melulu urusan politik praktis,
selain faktor politik praktis tentu ada banyak faktor yang mempengaruhinya
diantaranya pertama rekrutmen
kepengurusan, rekrutmen jajaran kepengurusan organisasi semestinya dijalankan
berdasarkan pola kaderisasi organisasi. Namun, tidak jarang munculnya
wajah-wajah baru dalam organisasi yang tidak jelas asal usulnya kemudian duduk
dalam struktur kepengurusan, keadaan semacam ini jika terjadi dapat menimbulkan
kurang harmonisnya sebuah organisasi, dimana kader yang sudah lama mengabdikan
diri serta mempelajari pedoman dan peraturan organisasi bisa dengan mudah
digeser oleh wajah baru yang belum jelas asal-usulnya, disisi lain wajah-wajah
baru tersebut belum tentu memahami kultur, visi dan misi dasar organisasi, bisa
jadi munculnya wajah baru itu malah membawa misi lain yang diluar misi
organisasi yang berdiri sejak tanggal 31 januari 1926 pada umumnya, ini sangat berbahaya. Kedua suksesi pergantian pimpinan
organisasi, NU sebagai organisasi kemasyarakatan dan organisasi yang menjunjung
tinggi nilai-nilai perjuangan dalam kontek menjaga syari’at agama dengan faham
ahlusunnah waljama’ah, sadar ataupun tidak harus memahami prinsip dasar bahwa
pemimpin itu adalah amanah dan tanggungjawab bukan sesuatu yang harus dikejar
dengan menghalalkan segala upaya, apalagi sampai menggunakan cara-cara yang
menurut ajaran syari’at itu jelas-jelas melanggar, suatu misal menggunakan uang
untuk meminta dukungan kepada pemegang suara dalam proses pemilihan pimpinan organisasi,
serta cara-cara lain yang melanggar kaidah-kaidah organisasi. hal ini sangat
menciderai nilai-nilai luhur organisasi dan berpotensi melunturkan ruhul jihad
likalimati robbi. Kesepakatan-kesepakatan calon pimpinan organisasi dengan
pihak ketiga, apalagi yang dilandasi dengan kepentingan materialis sesaat tidak
jarang akan membelenggu perjalanan roda kepengurusan dalam suatu periode
organisasi. Ketiga lemahnya pemahaman
kader NU terhadap peraturan organisasi, hal ini terjadi lagi-lagi persoalan
tidak tuntasnya proses kaderisasi, tidak jarang dalam pergantian pimpinan NU
munculnya tokoh yang tidak berdasarkan prinsip-prinsip kaderisasi, munculnya
pemimpin yang berlatarbelakang pengasuh pesantren atau masih mengedepankan silsilah
keluarga namun kurang memahami cara-cara dan aturan organisasi hal ini menjadi
kurang baik bagi NU, bukan berarti tokoh semacam ini tidak boleh menjadi
pimpinan NU, jika ada pengasuh pesantren ataupun punya silsilah keluarga
pesantren ingin mencalonkan ataupun dicalonkan menjadi pimpinan NU harusnya
juga mengikuti proses kaderisasi organisasi yang benar.
Merajut NU yang Rahmatan Lil Alamin
Menyongsong
NU menuju usia satu abad instropeksi dan merajut ulang arah organisasi terbesar
di Indonesia adalah hal yang harus dan segera dilaksanakan, kebangkitan yang
sering didengungkan sudah waktunya diperjuangkan. NU harus dipertegas
langkahnya melihat godaan dan tantangan yang begitu rumit menghampirinya, mulai
dari persoalan proses kaderisasi yang jarang sekali tuntas, terperosoknya NU
dalam politik praktis dan kurangnya pemahaman sebagian anggota maupun pengurus
terhadap pedoman organisasi mengakibatkan lunturnya rasa memiliki setiap kader
terhadap NU, jika hal ini terjadi bukan hal yang mustahil jika NU dikemudian
waktu akan bubar dan tinggal sejarah. catatan:pernah terbit di media Wallhu a’lam bisshowab. bjn 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar